Kondisi Geologi Kabupaten Ngada

Pembahasan tentang geologi Kabupaten Ngada meliputi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, potensi sumber daya geologi, potensi kebencanaan geologi, potensi kawasan lindung geologi dan potensi kawasan
strategis panas bumi.

Pembahasan geologi didasarkan atas Peta Geologi Lembar Ruteng berskala 1:250.000 (Koesoemadinata, Noya dan Kadarisman, 1994), dan penelitian berjudul Pleistocene Geology, Palaeontology and Archaeology of The Soa Basin,Central Flores, Indonesia ( Aziz, Morwood, and van den Bergh, 2008), Tectonic of the Indonesian Region, (Hamilton,1979) dan beberapa peta tematik dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (2015).

Geomorfologi Kabupaten Ngada hampir sebagian besar (2/3 bagian) di bagian Selatan berupa bentang alam pegunungan vulkanik Kwarter (gunung api Kwarter), dengan morfologinya berupa pegunungan dengan beberapa kawah seperti di Gunung Inerie (2130 m), Gunung Wolomeze (1494 m) dan beberapa bekas kawah diantaranya di Menge.

Bentang alam pegunungan vulkanik Kwarter ini banyak dipengaruhi oleh letak kawah gunung api sebagai pusat erupsi yang menghasilkan endapan gunung api yang bersifat stratovulkanik yang pola penyebarannya radier dan pola penyaluran sungainya juga bersifat radier.

Diantara pegunungan vulkanik tersebut terdapat cekungan yang merupakan cekungan air tanah Bajawa. Di bagian Utara (1/3 bagian) merupakan bentang alam sedimen Tersier yang morfologinya berupa perbukitan dengan beberapa bukitnya antara lain G.Kebedaring (1070 m) dan G.Sawe (561 m).

Bentang alam perbukitan sedimen Tersier ini sangat dikontrol oleh persebaran batuan Tersier dan kontrol struktur geologi yang berupa lipatan dan beberapa sesar geser.

Pola penyaluran sungai di daerah bentang alam perbukitan sedimen Tersier ini adalah trelis, dimana terlihat adanya arah aliran sungai yang searah dengan kemiringan lapisan batuan (konsekwen), dan arah aliran sungai yang searah dengan jurus lapisan batuan (subsekwen).

Disamping itu terdapat bentang alam dataran aluvial yang mempunyai kelerengan 0-< 2% yang penyebarannya disekitar pesisir dan muara sungai.

Sebagian besar wilayah Ngada ditempati oleh batuan vulkanik yang berumur Miosen Bawah hingga Miosen Atas yang berasosiasi dengan terbentuknya busur dalam Banda, sebagian besar terdiri dari lava andesit dan
breksi dari Formasi Kiro dan sedikit batuan vulkanik muda.

Satuan batuan di atas ditutupi oleh suatu paket batuan sedimen berumur Miosen Tengah yang terbentuk pada cekungan busur belakang, terdiri dari batu pasir, batu gamping, batuan vulkanik dan breksi atau tufa dari Formasi-Formasi Nangapanda dan Bari.

Tanda-tanda adanya mineralisasi juga dijumpai pada satuan ini, yaitu pada batuan induk volkanik klastik (contoh mineralisasi pada daerah Rawangkalo dan Wangka).

Tabel karakteristik Geologi Kabupaten Ngada

Sedangkan secara Stratigrafi Kabupaten Ngada tersusun atas beberapa formasi yang berumur Tersier dan berumur Kwarter. Formasi yang berumur Tersier (Miosen Bawah) antara lain Formasi Kiro (Tmk) dan yang berumur Miosen Tengah antara lain Formasi Tanahau (Tmt), Formasi Nangapanda (Tmn) dan Formasi Bari (Tmb), sedangkan formasi yang berumur Mio-Pliosen antara lain Formasi Laka (Tmpl) dan intrusi diorit kwarsa (Tmd).

Formasi yang berumur Kwarter antara lain Endapan gunung api tua (Qtv), endapan gunung api muda (Qhv), Batu gamping koral (Ql), Aluvium (Qal) dan Undak Pantai (Qct).

Formasi Kiro (Tmk) terdiri dari breksi, lava dan tuf dengan sisipan batu pasir tufan. Breksinya dengan fragmen andesit dan basalt dengan matrik tuf kasar, terkersikkan dan termineralkan berujud magnetit dan mangan. Lavanya bersusunan andesit, basalt, latit dan trakhit, abu abu kehijauan sampai kehitaman. Lava andesit dan basalt, bertekstur porfir, sebagian terkersikkan dan terkalsitkan. Latit abu abu kecoklatan, porfiritik, matriknya gelas, banyak mengandung serisit. Trakhit berwarna putih abu abu, padu, berongga, porfiritik dengan sanidin sebagai fenokris, matriknya serisit dan gelas terkersikkan. Tuf pasiran dan batu pasir tufan, berupa sisipan berwarna kecoklatan, terkersikkan dan berlapis baik dengan kemiringan 10-25 derajad,
mempunyai hubungan stratigrafi menjari dengan Formasi Nangapanda (Tmn) dan Formasi Bari (Tmb) dan tidak selaras dengan Formasi Waihekang (Tmpw) dan tebalnya mencapai 1000-1500 m.

Formasi Tanahau (Tmt) terdiri dari lava breksi dan tuf. Lava, kelabu kehijauan bersusunan dasit; setempat struktur bantal. Braksi, kelabu kehitaman; komponen dasit; berukuran 0,5-3 cm: menyudut tanggung-menyudut; perekat tuf pasiran terkersikkan. Tuf, putih kelabu, bersusunan dasit; berbutir halus-menengah, pejal, terkersikkan, pemineralan. Satuan ini menjemari dengan Formasi Bari dan menindih selaras Formasi Kiro.

Berikutnya Formasi Nangapanda (Tmn) terdiri dari batu pasir dan batu gamping, setempat terdapat lensa dan sisipan napal dan sisipan breksi. Batu pasirnya berukuran pasir halus–pasir kasar, konglomeratan, terdapat fragmen andesit dan basalt berukuran 0,5-2 cm, subangular–rounded, matrik berupa batupasir, padu, berlapis, setempat berselingan dengan batu pasir gampingan. Batu gampingnya berwarna abu abu, keras dan padu, sedangkan napalnya berwarna putih kotor, kemiringan lapisan 25-30 derajad. Tebal formasi ini diperkirakan 2000 m dan diendapkan dalam lingkungan neritik. Selanjutnya Formasi Bari (Tmb) tersusun dari batu gamping (packestone) berselingan dengan batu gamping pasiran (grainstone). Packestone berwarna putih kelabu, kurang padat –padat, banyak mengandung foraminefera kecil plangtonik dan bentonik yang menunjukkan umur Miosen Tengah dan lingkungan litoral. Tebal formasi ini mencapai 1200 m dan tertindih secara selaras dengan Formasi Waihekang (Tmpw) dan Formasi Laka (Tmpl). Grainstone berwarna abu abu, padat, padu, banyak mengandung foraminifera kecil plangtonik dan bentonik, didominasi komponen butiran karbonat. Batupasir gampingan berwarna abu-abu, berukuran pasir halus–kasar, berlapis dan padu sebagai sisipan. Setelah keempat formasi tersebut terjadi, maka diikuti kegiatan magmatik yang berupa intrusi Diorit Kwarsa (Tmd),yang berwarna abu abu kehijauan, holokristalin, berukuran butir sedang-kasar, padat, terkersikkan, plagioklas berupa andesin dan oligoklas yang telah terubah menjadi serisit dan kalsit, serta ubahan dari piroksin menjadi klorit. Diorit kwarsa ini menerobos breksi dasit dari Formasi Tanahau (Tmt) yang terjadi setelah Miosen Tengah.

Berikutnya beberapa formasi yang berumur Mio-Pliosen antara lain Formasi Laka (Tmpl) tersusun dari tuf dengan beberapa sisipan batu pasir tufan atau sisipan batu pasir gampingan. Tufnya berwarna putih kehijauan, berukuran halus sampai kasar, bentuk butir angular sampai subangular, padat. Batu pasir gampingan berwarna putih kecoklatan, keras dan banyak mengandung foraminifera kecil plangtonik dan bentonik yang menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen dan lingkungan pengendapan sublitoral, dengan
ketebalan mencapai 750-1000 m. Formasi ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Waihekang (Tmpw) dan tertindih secara tidak selaras dengan Endapan gunung api tua (Qtv).

Kemudian beberapa endapan yang terjadi selama Kwarter antara lain Endapan gunung api tua (Qtv) yang terdiri dari lava yang berupa andesit piroksin, terdapat struktur kekar berlembar dan kekar tiang (sheeting and collumnar joint), breksi atau aglomerat dengan fragmen andesit dan basalt, kemas terbuka dan mudah lepas, terdapat sisipan tuf, tuf lapili, tuf batu apung, lanau hitam dan batu gamping koral, di beberapa tempat terdapat struktur silang siur, temuan fosil gajah purba yang diendapkan dalam lingkungan sungai. Endapan gunung api tua (Qtv) dapat terbagi lagi berdasarkan asal usul geografi pusat erupsinya antara lain (d,k,t,s,l,w,g,b,a,h,o,p), yang artinya (d: Poco Dedeng, k: Poco Kuwus, t: Gunung Todo, s: Poco Manda Sewu, l : Poco Laka, w: Gunung Watuweri, g: Kelli Nggedo, b: Gunung Manggumua, a: Keli Lambo, h: Keli Kato, o: Wolo Beo, p : Wolo Pago). Tipe Wolo Beo (o) ditemukan tiga mata air panas yang merupakan manifestasi adanya panas bumi di daerah Endapan gunung api tua.

Berikutnya Endapan gunung api muda (Qhv) yang terdiri dari lava, breksi dan aglomerat. Lavanya berupa
andesit-basalt, berstruktur kekar lembaran, tuf kasar dan pasir lepas, berasal dari kegiatan gunung api strato muda seperti G. Waisano (w), G. Inerie (i), G. Ebulobo (a), dan G. Poco Ranaka (r).

Endapan Kwarter yang lain adalah Endapan Batu gamping Koral (Ql) berupa batu gamping coralyang mengandung ganggang, pejal dengan ketinggian mencapai 200 m di atas permukaan laut, Endapan Aluvium (Qal) yang berupa kerakal dan kerikil andesit, dasit, basalt, pasir, lumpur dan lanau yang terendapkan dalam lingkungan sungai dan pantai, Endapan Undak Pantai (Qct) yang merupakan perselingan konglomerat dan batu pasir, sedikit gampingan, mudah lepas, hampir mendatar, struktur silangsiur, mencapai ketinggian 10-50m di atas permukaan laut.

Secara struktur geologi, Kabupaten Ngada memiliki struktur geologi berupa lipatan antiklin, sesar geser, sesar turun, kelurusan struktur geologi (lineament), dan kekar. Lipatan antiklin yang sumbunya memanjang arah
Barat-Timur ini melibatkan Formasi Nangapanda (Tmn) dan Formasi Bari (Tmb) yang kebetulan berhubungan menjari. Lipatan antiklin ini disebabkan oleh gaya kompresi berarah Utara-Selatan yang terjadi pada post Miosen Tengah.

Dampak dari gaya kompresi juga akan mengakibatkan terjadinya sesar geser yang berarah Barat Daya-Timur laut dan Barat Laut-Tenggara. Setelah itu bekerja gaya ektension atau gaya tarik sehingga menyebabkan terjadinya sesar turun di daerah penelitian dan mungkin lineament struktur geologi yang berarah barat daya-timur laut. Arah lineament struktur geologi dan sesar geser maupun sesar turun akan menjadikan peluang untuk keluarnya magma menjadi aktifitas vulkanisme pada saat Tersier (Miosen Tengah) dan Kwarter, maupun kegiatan intrusi diorit kwarsa yang terjadi pada post Miosen Tengah, hal ini terkait dengan sistem konvergen antara lempeng Australia dengan lempeng Asia, yakni akan muncul kegiatan magmatik yang sifatnya intrusi maupun vulkanisme.

Dengan demikian sejarah geologi Kabupaten Ngada dapat diuraikan bahwa pada saat Miosen Bawah kondisi daerah penelitian berupa pulau gunung api yang berhubungan dengan kondisi laut sehingga menghasilkan
pembentukan batuan vulkanik Formasi Kiro (Tmk) dan pada periode Miosen Tengah disusul pembentukan ketiga formasi yaitu Formasi Nangapanda (Tmn), Formasi Bari (Tmb) dan Formasi Tanahau (Tmt) secara bersama-sama sehingga hubungannya saling menjari. Periode selanjutnya terjadi tektonik (ekstension) sehingga terjadi pembukaan kerak dan terjadi kegiatan intrusi magmatik yang diduga terjadi pada post Miosen Tengah.

Periode selanjutnya pada saat Mio-Pliosen daerah penelitian terjadi penurunan kegiatan vulkanik dan terjadilah pengendapan karbonat dan silisiklastik vulkanik di cekungan yang berupa Formasi Waihekang (Tmpw) dan Formasi Laka (Tmpl). Periode post Mio-Pliosen terjadi tektonik kompresi sehingga terbentuk struktur geologi lipatan antiklin, sesar naik, sesar geser, sesar turun, lineament dan kekar. Arah dari sesar geser, sesar turun, lineament dan kekar akan membuka peluang keluarnya magma ke permukaan menjadi aktifitas vulkanisme pada saat Kwarter sehingga menghasilkan strato vulkanik sebagai Endapan gunung api tua dan Endapan gunung api muda. Endapan gunung api muda ini berlangsung kegiatannya hingga saat ini, sehingga harus diwaspadai wilayah wilayah yang potensi, rentan, dan mitigasi bencana gunung api. Sesar naik yang dihasilkan pada periode post Mio-Pliosen yang berlanjut hingga sekarang adalah sesar naik Flores yang terdapat di dasar laut Flores (Hamilton,1979) terekam dalam penampang seismik. Aktifnya Sesar naik Flores dapat menyebabkan terjadinya episentrum gempa tektonik di utara Flores. Dampak ikutan dari gempa bumi tektonik adalah kemungkinan terjadinya tsunami.

Terdapatnya beberapa mata air panas di daerah ini menunjukkan adanya indikasi panas bumi yang hingga saat ini sudah digunakan untuk pembangkit tenaga listrik panas bumi. Akibat banyaknya kegiatan magmatik yang berlangsung dari Miosen Awal hingga Kwarter menyebabkan batuan yang lebih dahulu terbentuk akan mengalami mineralisasi atau alterasi (terkersikkan) akibat pengaruh larutan hidrotermal yang dapat berasal dari air kondensat dan air meteorik. Oleh karenanya dampak mineralisasi adalah terbentuknya mineral logam dan dampak dari alterasi adalah terbentuknya mineral lempung yang merupakan unsur utama pembentuk tanah, sehingga mempunyai potensi terjadinya longsor di Kawasan tersebut. Selain itu pada endapan Kwarter-Plistosen di cekungan Soa banyak ditemukan fosil makro seperti Stegodon dan batuan artefak (alat dari batu), tengkorak Homo floriensis di Liang Bua dan fosil makro yang lain seperti fosil vertebrata dan fosil invertebrata.