Lokakarya Tata Kelola Festival

Lokakarya Tata Kelola Festival, Bangun Pemahaman Tentang Pentingnya Penyelenggaraan Festival Berkualitas

Masih dalam rangkaian kegiatan Festival Budaya Ngada 2023 Platform Indonesiana yang terpusat di Desa Libunio Kecamatan Soa, Lokakarya  yang secara khusus membedah tata keloloa festival digelar pada kamis, 24 Mei 2023. Mengambil lokasi di SMK Bangun Mandiri, Soa. Kegiatan itu dihadiri unsur pemerintah. pemangku adat, para kepala desa dan jajarannya, para pegiat komunitas, pegiat LSM, mahasiswa, kalangan muda dan pegiat media.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngada Drs. Vinsensius Milo, M.M membuka lokarya, sekaligus memberi apresiasi diangkatnya topik tersebut dalam sebuah kegiatan semacam lokakarya sebagai hal yang penting dalam penyelenggaraan Festival. Menurut Sensy, Festival tidak sekedar diukur dari keramaian dan hadirnya banyak orang namun kualitas setiap rangkaian kegiatan, kerjasama dan keberlanjutan menjadi kunci serta manfaat bagi masyarakat.

Narasumber yang hadir dalam lokakarya, yakni Ivan Efendi – dari Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbudristek RI, dan Ade Tanesia Pandjaitan dari Panel Ahli Indonesiana.

Lokarya Tata Kelola Festival berlangsung di ruang terbuka dengan view menghadap ke area persawahan di kompleks SMK Bangun Mandiri Soa. Area lokakarya dikemas secara apik dibawah rimbunan pohon dengan tema bernuansa lokal pedesaandi bawah rindangan pohon. Nara sumber berada di salah satu sisi dan Para peserta menempati bangku-bankgu bambu di halaman SMK Bangun Mandisi Soa yang dirindangi pohon.

Ivan Efendi dari Direktorat Pembinaan Tenaga & Lembaga Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemedikbud RI  dalam arahannya mengatakan budaya di Indonesia sangat banyak dan beragam nbamun tidak diimbangi dengan kehadiran pengelola. Jadi potensi Budaya banyak namun potensi yang mengelola budaya itu sedikit. Tidak ada keseimbangan. Maka banayk kebudayaan yang tidak terawat, diabaikan dan bahkan sudah hilang. Menurut Ivan Efendi, para pelaku belum dipersiapakan secara baik. Persiapan tersebut sangat penting agar para pelaku budaya mampu dan mandiri mengelola budayanya. “Kalau toh ada pelaku yang cukup kompeten, tetapi ternyata lemah dalam pengelolaan. Karena itu kita perlu memahami betul bagaimana tata Kelola yang baik. Nah budaya kita banyak tetapi apa yang bisa kita lakukan,” papar Ivan.

Sebelumnya, Ade Tanesia Pandjaitan dari Panel Ahli Indonesiana, dalam arahanya mengatakan, bahwa festival adalah bentuk dari sebuah proses, dan festival adalah alasan kita untuk bertemu, yang menarik adalah proses yang melibatkan banyak elemen untuk mencapai tujuan bersama. Tujuannya: memperkuat ekosistem kebudayaan. Namun perlu diingat untuk memperkuat ekosistem kebudayaan tidak hanya melalui festival tetapi juga melalui pembinaan yang terus menerus, untuk tujuan pemajuan kebudayaan.

Dalam pemaparan materi  tentang Tata Kelola Festival, Ade Tanesia Pandjaitan dari Panel Ahli Indonesiana menjelaskan perbedaan festival budaya pada umumnya dengan festival yang digelar dalam platform Indonesiana? Selama ini banyak sekali festival budaya yang diselenggarakan.  Namun dalam platform Indonesiana mengembangkan sebuah nilai, yang sebenarnya  biasa digunakan oleh siapapun – nilai-nilai yang sudah dilakukan oleh masyarakat. Dikatakan Ade,  Festival Budaya dengan platform Indonesiana sebenarnya buah dari lahirnya UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang bertujuan agar budaya dapat bertumbuh, berkembang dan hadir lebih kuat.

Dalam kegiatan festival budaya dengan platform Indonesia setidaknya ada lima prinsip yang menjadi landasan pijak, meliputi: memperkuat keragaman, memperkuat partisipatif, menghidupi dan mengembangkan ekspresi, gotong royong dan kelembagaan.

Lokakarya tentang tata Kelola festival ini memberi pemahaman kepada para peserta tentang pengelolaan festival yang memberi dampak bagi kehidupan masyarakat dengan terus melestarikan budaya dengan nilai-nilainya bagi kehidupan.

Pada kesempatan itu koordinator  Festival Budaya Ngada 2024 dalam platform Indonesiana, Paskalia Moi atau yang biasa Asri mengungkapkan pengalaman penyelenggaran Festival Budaya Ngada yang dilakukan dalam platform Kebudayaan Indonesia yang sudah dua kali digelar di Ngada. Dia menyampaikan semacam testimoni bagaimana sebuah tata Kelola festival budaya mestinya dilakukan.*

Acara yang dipandu oleh Merlyn Idju Lalu itu menjadi terang jelas bagi para peserta bagaimana tata kelola penyelenggaraan sebuah festival. Karena festival dalam bayangan banyak orang selama ini sekedar hiburan bahkan hura-hura, sekedar momen untuk senang-senang. Namun melalui lokakarya ini peserta paham apa tujuan festival dan bagaimana mengemasnya dalam sebuah proses yang melibatkan partisipasi banyak pihak.

Dari kiri: Paskalia Asri Moi, Ade Tanesia Pandjaitan dan Merlyn Idju Lalu

Diskusi tentang tata Kelola festival ini rupanya memicu komunitas lain untuk ancang-ancang menggelar festival. Sebut saja yang sempat presentase gagasan pada lokakarya ini, masing-masing Desa Lengko Sambi Utara yang bakal menggelar Festival ‘Sapolikang,’ Komunitas mahasiswa Citra Bakti bakal menggelar Festival musik, Yayasan Puge Figo yang akan menggelar Festival Ekologi Flores kedua di Riung Barat, Desa Libunio juga semakin semangat untuk gagas lagi festival secara mandiri, demikian juga Desa Taenterong II.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *