Kabupaten Ngada tengah menghadapi situasi darurat terkait kasus bullying yang semakin masif. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP) Ngada , Yudi, dalam presentasi hasil survei terkait tingkat risiko dan pemahaman Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) serta Kekerasan Berbasis Gender (GBV). Presentasi tersebut dilangsungkan di Aula BP-Litbang pada Jumat, (13/12/2024).
Survei dilakukan terhadap 1.323 remaja berusia 14-18 tahun, yang terdiri dari siswa SMP dan SMA di Kabupaten Ngada. Survei berbasis kuisioner tersebut menganalisis variabel seperti pengetahuan, pengalaman bullying, dan pandangan terhadap norma sosial.
Berdasarkan hasil survei, sebanyak 732 anak atau 55,3% pernah menjadi korban bullying, sementara 180 anak atau 13,6% masih terindikasi menjadi korban aktif. Yudi menjelaskan bahwa perilaku bullying paling sering terjadi di lingkungan sekolah di antara sesama siswa, namun tidak jarang pula terjadi di lingkungan tempat tinggal.
Di sisi lain, sebanyak 482 anak atau 36,4% mengaku pernah melakukan bullying terhadap teman sebayanya. Alasan umum yang muncul adalah karena korban tidak melakukan perlawanan, faktor penampilan, dan keinginan pelaku untuk mendapatkan perhatian.
Selain bullying, survei juga menyoroti pemahaman remaja terkait pubertas, hubungan dalam pacaran, kehamilan tidak direncanakan (KTD), HIV/AIDS, serta infeksi menular seksual (IMS).
Paparan IHAP tersebut memicu diskusi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk BP-Litbang Ngada, Dinas P2KB, perwakilan SMA Regina Pacis Bajawa, pengawas Dikmen Kabupaten Ngada, Kepolisian, P2TPA, hingga komunitas Zo’o Mora Ngada. Diskusi meliputi isu-isu seperti pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam pacaran, hingga pentingnya peran orang tua dan guru dalam memantau perkembangan anak.
Pada akhir diskusi, beberapa rekomendasi strategis pun dirumuskan yakni Penyusunan mekanisme SOP pelayanan untuk korban bullying dan kekerasan; Audiensi hasil survei HKSR ke satuan pendidikan dan pimpinan daerah; Penguatan koordinasi antar-unsur daerah untuk menangani kasus kekerasan berbasis gender; Penetapan SOP penanganan kasus anak yang komprehensif, termasuk dalam dokumen perencanaan kerja (Renja).
Untuk diketahui Sejak 2021, Kabupaten Ngada telah menjalankan program HKSR dan GBV yang bertujuan meningkatkan kesadaran remaja akan kesehatan reproduksi dan mencegah kekerasan berbasis gender. Program ini mencakup pelatihan kesehatan reproduksi, penguatan kapasitas stakeholder dalam layanan berbasis gender, dan pemberdayaan komunitas untuk menangani kasus-kasus terkait.
Masifnya kasus bullying di Kabupaten Ngada menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk memperkuat pencegahan dan penanganan melalui kolaborasi lintas sektor demi masa depan yang lebih baik bagi generasi muda.